UNDANG-UNDANG PRANATA PEMBANGUNAN
1.1 TATA HUKUM KEBIJAKAN NEGARA
Hukum tata negara adalah hukum yang
mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur
kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan
kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum tata negara
mengatur mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu
keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu,
dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini
membicarakan negara dalam arti yang abstrak.
Kebijakan negara diperuntukkan untuk
kepentingan negara. Contoh: kebijakan moneter negara, kebijakan luar negeri,
dll. Menurut James E Anderson ( dalam Islamy,2004 : 19) kebijaksanaan negara
adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dikembangkan oleh badan-badan dan
pejabat-pejabat pemerintah.
Implikasi dari pengertian kebijakan
negara tersebut adalah :
1) Bahwa kebijakan negara itu selalu
mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan-tindakan yang berorientasi
pada tujuan;
2) Bahwa kebijaksanaan itu berisi
tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat pemerintah;
3) Bahwa kebijaksanaan itu adalah
merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan
apa yang pemerintah bermaksud akan melakukan sesuatu atau menyatakan akan
melakukan sesuatu;
4) Bahwa kebijaksanaan negara itu
bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah
mengenai suatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalamartimerupakan
keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; dan
5) Bahwa kebijaksanaan pemerintah
setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan atau selalu dilandasi pada
peraturan-peraturanperundangan yang bersifat memaksa (otoritatif).
1.2 PERATURAN PEMERINTAH DAN
PERDA
- Peraturan
Pemerintah
Peraturan
Pemerintah (disingkat PP) adalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan
Undang-Undang. Di dalam UU No.12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa
Peraturan Pemerintah sebagai aturan organik daripada Undang-Undang menurut
hirarkinya tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang. Peraturan
Pemerintah ditandatangani oleh Presiden.
- Peraturan
Daerah
Peraturan Daerah adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/wali kota).
Materi muatan Peraturan Daerah adalah
seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah terdiri atas:
- Peraturan
Daerah Provinsi, yang berlaku di provinsi tersebut. Peraturan Daerah
Provinsi dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
- Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota tersebut. Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan
bersama Bupati/Walikota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat
terhadap Peraturan Daerah Provinsi.
Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
Peraturan Daerah dikenal dengan istilah Qanun. Sementara di Provinsi Papua,
dikenal istilah Peraturan Daerah Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi.
Mekanisme Pembentukan Peraturan
Daerah
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota).
Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan
Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala
Daerah.
Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan
oleh DPRD bersama gubernur atau bupati/wali kota. Pembahasan bersama tersebut
melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat
kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna.
Raperda yang telah disetujui bersama
oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD
kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka
waktu palinglambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut
disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam jangka
waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau
Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui
bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda
tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.
1.3
UNDANG – UNDANG NO.24 TAHUN
1992 TENTANG TATA RUANG
UMUM
- Ruang
wilayah negara Indonesia sebagai wadah atau tempat bagi manusia dan
makhluk lainnya hidup, dan melakukan kegiatannya merupakan karunia Tuhan
Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia.
Sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola, ruang wajib dikembangkan dan
dilestarikan pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan
hidup yang berkualitas.
Pancasila sebagai dasar dan falsafah
negara memberikan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup dapat tercapai jika
didasarkan atas keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, baik dalam hidup
manusia sebagai pribadi, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia
dengan alam, maupun hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa Keyakinan
tersebut menjadi pedoman dalam penataan ruang.
Undang-undang Dasar 1945 sebagai
landasan konstitusional mewajibkan agar sumber daya alam dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut harus dapat dinikmati,
baik oleh generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.
Garis-garis Besar Haluan Negara
menetapkan bahwa pembangunan tidak hanya mengejar kemakmuran lahiriah ataupun
kepuasan batiniah, akan tetapi juga keseimbangan antara keduanya. Oleh karena
itu, ruang harus dimanfaatkan secara serasi, selaras, dan seimbang dalam
pembangunan yang berkelanjutan.
- Wilayah
Negara Republik Indonesia adalah seluruh wilayah negara meliputi daratan,
lautan, dan udara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
termasuk laut dan landas kontinen di sekitarnya, di mana Republik
Indonesia memiliki hak berdaulat atau kewenangan hukum sesuai dengan
ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1982 tentang Hukum
laut.
Laut sebagai salah satu sumber daya
alam tidaklah mengenal batas wilayah. Akan tetapi, kalau ruang dikaitkan dengan
pengaturannya, maka haruslah jelas batas, fungsi dan sistemnya dalam satu
kesatuan.
Secara geografis letak dan kedudukan
negara Indonesia sebagai negara kepulauan adalah sangat strategis, baik bagi
kepentingan nasional maupun internasional. Secara ekosistem kondisi alamiahnya
adalah sangat khas karena menempati posisi silang di khatulistiwa antara dua
benua dan dua samudera dengan cuaca, musim, dan iklim tropisnya.
Dengan demikian, ruang wilayah negara
Indonesia merupakan aset besar bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan secara
terkoordinasi, terpadu, dan seefektif mungkin dengan memperhatikan
faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, serta
kelestarian kemampuan lingkungan untuk menopang pembangunan nasional demi
tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Dengan kata lain wawasan penataan
ruang wilayah negara Indonesia adalah Wawasan Nusantara.
- Ruang
meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara beserta sumber daya
alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan
manusia dan makhluk hidup lainnya membutuhkan ruang sebagaimana lokasi
berbagai pemanfaatan ruang atau sebaliknya suatu ruang dapat mewadahi
berbagai kegiatan, sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang
diterapkan.
Meskipun suatu ruang tidak dihuni
manusia seperti ruang hampa udara, lapisan di bawah kerak bumi, kawah gunung
berapi, tetapi ruang tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan dan dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan dan kelangsungan hidup.
Disadari bahwa ketersediaan ruang itu
sendiri tidak tak terbatas. Bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik,
kemungkinan besar terdapat pemborosan manfaat ruang dan penurunan kualitas
ruang. Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya
berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang,
dan estetika lingkungan.
- Ruang
wilayah negara sebagai suatu sumber daya alam terdiri dari berbagai ruang
wilayah sebagai suatu subsistem. Masing-masing subsistem meliputi aspek
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan kelembagaan
dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Seluruh wilayah negara Indonesia
terdiri dari wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, yang masing-masing merupakan subsistem
ruang menurut batasan administrasi.
Di dalam subsistem tersebut terdapat
sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya
alam, sumber daya buatan, dan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, yang
apabila tidak ditata secara baik dapat mendorong ke arah adanya
ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta ketidak lestarian lingkungan
hidup.
Penataan ruang yang didasarkan pada
karakteristik dan daya dukungnya serta didukung oleh teknologi yang sesuai,
akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem yang
berarti juga meningkatkan daya tampungnya.
Oleh karena pengelolaan subsistem
yang satu akan berpengaruh pada subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, pengaturan ruang menuntut
dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. Ini berarti
perlu adanya suatu kebijaksanaan nasional penataan ruang yang memadukan
berbagai kebijaksanaan pemanfaatan ruang. Seiring dengan maksud tersebut, maka
pelaksanaan pembangunan, di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah, harus
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
pemanfaatan ruang tidak bertentangan dengan rencana tata ruang.
- Penataan
ruang sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan sistem yang tidak
terpisahkan satu dengan yang lainnya. Untuk menjamin tercapainya tujuan
penataan ruang diperlukan peraturan perundang-undangan dalam satu kesatuan
sistem yang harus memberi dasar yang jelas, tegas dan menyeluruh guna
menjamin kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang. Untuk itu,
undang-undang tentang penataan ruang ini memiliki ciri sebagai berikut:
- Sederhana
tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan pemanfaatan ruang pada masa
depan sesuai dengan keadaan, waktu, dan tempat.
- Menjamin
keterbukaan rencana tata ruang bagi masyarakat sehingga dapat lebih
mendorong peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang yang berkualitas
dalam segala segi pembangunan.
- Mencakup
semua aspek di bidang penataan ruang sebagai dasar bagi pengaturan lebih
lanjut yang perlu dituangkan dalam bentuk peraturan tersendiri.
- Mengandung
sejumlah ketentuan proses dan prosedur perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagai dasar bagi pengaturan
lebih lanjut.
Selain itu, Undang-undang ini menjadi
landasan untuk menilai dan menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang
memuat ketentuan tentang segi-segi pemanfaatan ruang yang telah berlaku yaitu
peraturan perundang-undangan mengenai perairan, pertanahan, kehutanan,
pertambangan, pembangunan daerah, perdesaan, perkotaan, transmigrasi,
perindustrian, perikanan, jalan, Landas Kontinen Indonesia, Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia, perumahan dan permukiman, kepariwisataan, perhubungan,
telekomunikasi, dan sebagainya dengan memperhatikan di antaranya:
- Undang-undang
Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun
1960 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1942) jo. Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur Ke Dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat
I Timor Timur (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 35, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3084);
- Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3419;
- Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 35, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3475).
Dengan demikian, semua peraturan
perundang-undangan yang menyangkut aspek pemanfaatan ruang dapat terangkum
dalam satu sistem hukum penataan ruang Indonesia.
1.4 UNDANG – UNDANG NO. 4 TAHUN 1992 TENTANG
PERMUKIMAN
Menimbang:
- bahwa dalam
pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia,
perumahan dan permukiman yang layak,
sehat, aman, serasi, dan teratur merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor
penting dalam peningkatan harkat dan martabat, mutu
kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
- bahwa dalam
rangka peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan
tersebut bagi
setiap keluarga Indonesia, pembangunan perumahan dan
permukiman sebagai bagian dari
pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan
dikembangkan secara terpadu, terarah, berencana,
dan berkesinambungan;
- bahwa
peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan
berbagai
aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan
satu kesatuan fungsional dalam wujud
tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya
untuk mendukung ketahanan nasional, mampu
menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan meningkatkan
kualitas kehidupan manusia Indonesia dalam
berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
- bahwa
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-pokok
Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962
Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi
Undang-undang (Lembaran Negara Tahun
1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611) sudah
tidak sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan keadaan, dan oleh karenanya dipandang perlu
untuk mengatur kembali ketentuan
mengenai perumahan dan permukiman dalam Undang-undang
yang baru;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2),
dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
- Rumah
adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan
keluarga;
- Perumahan
adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan;
- Permukiman
adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang
berupa kawasan
perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan;
- Satuan
lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan
ukuran dengan
penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan
yang terstruktur;
- Prasarana
lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan
lingkungan
permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya;
- Sarana
lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya;
- Utilitas
umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan;
- Kawasan
siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk
pembangunan
perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam
satu lingkungan siap bangun atau lebih yang
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih
dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan
sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata
ruang lingkungan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan
pembakuan pelayanan prasarana dan sarana
lingkungan, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta
rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta;
- Lingkungan
siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari kawasan siap
bangun
ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan
dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain
itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah
matang;
- Kaveling
tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai dengan
persyaratan
pembakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah,
dan rencana tata ruang lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan;
11. Konsolidasi tanah permukiman adalah
upaya penataan kembali penguasaan, penggunaan, dan
pemilikan tanah oleh masyarakat pemilik tanah
melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan siap
bangun dan menyediakan kaveling tanah
matang sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan
Pemerintah Daerah Tingkat II, khusus untuk
Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruangnya
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
Pasal 2
- Lingkup
pengaturan Undang-undang ini meliputi penataan dan pengelolaan perumahan
dan permukiman, baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan, yang
dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi.
- Lingkup
pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang menyangkut penataan
perumahan meliputi kegiatan pembangunan baru, pemugaran, perbaikan,
perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya, sedangkan yang menyangkut
penataan permukiman meliputi kegiatan pembangunan baru, perbaikan,
peremajaan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas
manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan
kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri,
keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 4
Penataan perumahan dan permukiman bertujuan Untuk:
- memenuhi
kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka
peningkatan
dan pemerataan kesejahteraan rakyat;
- mewujudkan
perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman,
serasi, dan
teratur;
- memberi
arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional;
- menunjang
pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan bidang-bidang lain.
BAB IV
PERMUKIMAN
Pasal 18
(1) Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui
pembangunan kawasan permukiman skala besar
yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan
pelaksanaan yang bertahap.
(2) Pembangunan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditujukan untuk:
- menciptakan
kawasan permukiman yang tersusun atas satuan-satuan lingkungan permukiman;
- mengintegrasikan
secara terpadu dan meningkatkan kualitas lingkungan perumahan yang telah
ada di dalam atau di sekitarnya.
(3) Satuan-satuan lingkungan permukiman satu dengan yang
lain saling dihubungkan oleh jaringan
transportasi sesuai dengan kebutuhan dengan kawasan lain
yang memberikan berbagai pelayanan dan
kesempatan kerja.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2),ayat (3) dilaksanakan sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana
tata ruang wilayah bukan perkotaan.
Pasal 19
(1) Untuk mewujudkan kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18, pemerintah daerah
menetapkan satu bagian atau lebih dari kawasan permukiman
menurut rencana tata ruang wilayah
perkotaan dan rencana tata ruang wilayah. bukan perkotaan
yang telah memenuhi persyaratan sebagai
kawasan siap bangun.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sekurang-kurangnya meliputi penyediaan:
- rencana
tata ruang yang rinci;
- data
mengenai luas, batas, dan pemilikan tanah;
- jaringan
primer dan sekunder prasarana lingkungan.
(3) Program pembangunan daerah dan program pembangunan
sektor mengenai prasarana, sarana
lingkungan, dan utilitas umum sebagian diarahkan untuk
mendukung terwujudnya kawasan siap bangun
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
(1) Pengelolaan kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
oleh badan usaha milik negara dan/atau badan lain yang
dibentuk oleh Pemerintah yang ditugasi untuk
itu.
(3) Pembentukan badan lain serta penunjukan badan usaha
milik negara dan/atau badan lain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(4) Dalam menyelenggarakan pengelolaan kawasan siap
bangun, badan usaha milik negara atau badan lain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dapat
bekerja sama dengan badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, koperasi, dan
badan-badan usaha swasta di bidang pembangunan
perumahan.
(5) Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak
menghilangkan wewenang dan tanggung jawab
badan usaha milik negara atau badan lain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).
(6) Persyaratan dan tatacara kerja sama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 21
(1) Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan siap bangun
yang berdiri sendiri yang bukan dilakukan oleh
masyarakat pemilik tanah, dilakukan oleh badan usaha di
bidang pembangunan perumahan yang ditunjuk
oleh Pemerintah.
(2) Tata cara penunjukan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap
bangun Pemerintah memberikan penyuluhan dan
bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada masyarakat
pemilik tanah sehingga bersedia dan mampu
melakukan konsolidasi tanah data rangka penyediaan
kaveling tanah matang.
(2) Pelepasan hak atas tanah di wilayah yang ditetapkan
sebagai kawasan siap bangun hanya dapat
dilakukan berdasarkan kesepakatan pemilik tanah yang
bersangkutan.
(3) Pelepasan hak atas tanah di lingkungan siap bangun
yang berdiri sendiri yang bukan hasil konsolidasi
tanah oleh masyarakat pemilik tanah, hanya dapat
dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pemilik
hak atas tanah.
(4) Pelepasan hak atas tanah di wilayah yang ditetapkan
sebagai kawasan siap bangun yang belum
berwujud kaveling tanah matang, hanya dapat dilakukan
kepada Pemerintah melalui badan-badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
(5) Tata cara pelepasan hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh badan usaha di
bidang pembangunan perumahan dilakukan
hanya di kawasan siap bangun atau di lingkungan siap
bangun yang berdiri sendiri.
Pasal 24
Dalam membangun lingkungan siap bangun selain memenuhi
ketentuan pada Pasal 7, badan usaha di bidang
pembangunan perumahan wajib:
- melakukan
pematangan tanah, penataan penggunaan tanah, penataan penguasaan tanah,
dan penataan
pemilikan tanah dalam rangka penyediaan kaveling tanah
matang;
- membangun
jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan membangun rumah,
memelihara, dan
mengelolanya sampai dengan pengesahan dan penyerahannya
kepada pemerintah daerah;
- mengkoordinasikan
penyelenggaraan penyediaan utilitas umum;
- membantu
masyarakat pemilik tanah yang tidak berkeinginan melepaskan hak atas tanah
di dalam atau di
sekitarnya dalam melakukan konsolidasi tanah;
- melakukan
penghijauan lingkungan;
- menyediakan
tanah untuk sarana lingkungan;
- membangun
rumah.
Pasal 25
(1) Pembangunan lingkungan siap bangun yang dilakukan
masyarakat pemilik tanah melalui konsolidasi
tanah dengan memperhatikan ketentuan pada Pasal 7, dapat
dilakukan secara bertahap yang meliputi
kegiatan-kegiatan:
- pematangan
tanah;
- penataan,
penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah;
- penyediaan
prasarana lingkungan;
- penghijauan
lingkungan;
- pengadaan
tanah untuk sarana lingkungan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud data ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
(1) Badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang
membangun lingkungan siap bangun dilarang
menjual kaveling tanah matang tanpa rumah.
(2) Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 24, sesuai
dengan kebutuhan setempat, badan usaha di bidang
pembangunan perumahan yang membangun lingkungan siap
bangun dapat menjual kaveling tanah
matang ukuran kecil dan sedang tanpa rumah.
(3) Kaveling tanah matang ukuran kecil, sedang, menengah,
dan besar hasil upaya konsolidasi tanah milik
masyarakat dapat diperjualbelikan belikan tanpa rumah.
Pasal 27
(1) Pemerintah memberikan bimbingan, bantuan dan
kemudahan kepada masyarakat baik dalam tahap
perencanaan maupun dalam tahap
pelaksanaan, serta, melakukan pengawasan dan pengendalian untuk
meningkatkan kualitas permukiman.
(2) Peningkatan kualitas permukiman
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa kegiatan-kegiatan:
- perbaikan
atau pemugaran;
- peremajaan;
- pengelolaan
dan pemeliharaan yang berkelanjutan.
(3) Penyelenggaraan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 28
(1) Pemerintah daerah dapat
menetapkan suatu lingkungan permukiman sebagai permukiman kumuh yang
tidak layak huni.
(2) Pemerintah daerah bersama-sama
masyarakat mengupayakan langkah-langkah pelaksanaan program
peremajaan lingkungan kumuh untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat penghuni.
UNDANG-UNDANG PRANATA PEMBANGUNAN
1.1 TATA HUKUM KEBIJAKAN NEGARA
Hukum tata negara adalah hukum yang
mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur
kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan
kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum tata negara
mengatur mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu
keadaan nyata dari suatu negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu,
dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada negara dalam arti luas. Hukum ini
membicarakan negara dalam arti yang abstrak.
Kebijakan negara diperuntukkan untuk
kepentingan negara. Contoh: kebijakan moneter negara, kebijakan luar negeri,
dll. Menurut James E Anderson ( dalam Islamy,2004 : 19) kebijaksanaan negara
adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dikembangkan oleh badan-badan dan
pejabat-pejabat pemerintah.
Implikasi dari pengertian kebijakan
negara tersebut adalah :
1) Bahwa kebijakan negara itu selalu
mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan-tindakan yang berorientasi
pada tujuan;
2) Bahwa kebijaksanaan itu berisi
tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat pemerintah;
3) Bahwa kebijaksanaan itu adalah
merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan
apa yang pemerintah bermaksud akan melakukan sesuatu atau menyatakan akan
melakukan sesuatu;
4) Bahwa kebijaksanaan negara itu
bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah
mengenai suatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalamartimerupakan
keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; dan
5) Bahwa kebijaksanaan pemerintah
setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan atau selalu dilandasi pada
peraturan-peraturanperundangan yang bersifat memaksa (otoritatif).
1.2 PERATURAN PEMERINTAH DAN
PERDA
- Peraturan
Pemerintah
Peraturan
Pemerintah (disingkat PP) adalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan
Undang-Undang. Di dalam UU No.12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa
Peraturan Pemerintah sebagai aturan organik daripada Undang-Undang menurut
hirarkinya tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang. Peraturan
Pemerintah ditandatangani oleh Presiden.
- Peraturan
Daerah
Peraturan Daerah adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/wali kota).
Materi muatan Peraturan Daerah adalah
seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah terdiri atas:
- Peraturan
Daerah Provinsi, yang berlaku di provinsi tersebut. Peraturan Daerah
Provinsi dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.
- Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota tersebut. Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan
bersama Bupati/Walikota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat
terhadap Peraturan Daerah Provinsi.
Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
Peraturan Daerah dikenal dengan istilah Qanun. Sementara di Provinsi Papua,
dikenal istilah Peraturan Daerah Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi.
Mekanisme Pembentukan Peraturan
Daerah
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota).
Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan
Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala
Daerah.
Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan
oleh DPRD bersama gubernur atau bupati/wali kota. Pembahasan bersama tersebut
melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat
kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna.
Raperda yang telah disetujui bersama
oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD
kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka
waktu palinglambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut
disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam jangka
waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau
Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui
bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda
tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.
1.3
UNDANG – UNDANG NO.24 TAHUN
1992 TENTANG TATA RUANG
UMUM
- Ruang
wilayah negara Indonesia sebagai wadah atau tempat bagi manusia dan
makhluk lainnya hidup, dan melakukan kegiatannya merupakan karunia Tuhan
Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia.
Sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola, ruang wajib dikembangkan dan
dilestarikan pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan
hidup yang berkualitas.
Pancasila sebagai dasar dan falsafah
negara memberikan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup dapat tercapai jika
didasarkan atas keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, baik dalam hidup
manusia sebagai pribadi, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia
dengan alam, maupun hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa Keyakinan
tersebut menjadi pedoman dalam penataan ruang.
Undang-undang Dasar 1945 sebagai
landasan konstitusional mewajibkan agar sumber daya alam dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut harus dapat dinikmati,
baik oleh generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.
Garis-garis Besar Haluan Negara
menetapkan bahwa pembangunan tidak hanya mengejar kemakmuran lahiriah ataupun
kepuasan batiniah, akan tetapi juga keseimbangan antara keduanya. Oleh karena
itu, ruang harus dimanfaatkan secara serasi, selaras, dan seimbang dalam
pembangunan yang berkelanjutan.
- Wilayah
Negara Republik Indonesia adalah seluruh wilayah negara meliputi daratan,
lautan, dan udara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
termasuk laut dan landas kontinen di sekitarnya, di mana Republik
Indonesia memiliki hak berdaulat atau kewenangan hukum sesuai dengan
ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1982 tentang Hukum
laut.
Laut sebagai salah satu sumber daya
alam tidaklah mengenal batas wilayah. Akan tetapi, kalau ruang dikaitkan dengan
pengaturannya, maka haruslah jelas batas, fungsi dan sistemnya dalam satu
kesatuan.
Secara geografis letak dan kedudukan
negara Indonesia sebagai negara kepulauan adalah sangat strategis, baik bagi
kepentingan nasional maupun internasional. Secara ekosistem kondisi alamiahnya
adalah sangat khas karena menempati posisi silang di khatulistiwa antara dua
benua dan dua samudera dengan cuaca, musim, dan iklim tropisnya.
Dengan demikian, ruang wilayah negara
Indonesia merupakan aset besar bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan secara
terkoordinasi, terpadu, dan seefektif mungkin dengan memperhatikan
faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, serta
kelestarian kemampuan lingkungan untuk menopang pembangunan nasional demi
tercapainya masyarakat yang adil dan makmur. Dengan kata lain wawasan penataan
ruang wilayah negara Indonesia adalah Wawasan Nusantara.
- Ruang
meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara beserta sumber daya
alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan
manusia dan makhluk hidup lainnya membutuhkan ruang sebagaimana lokasi
berbagai pemanfaatan ruang atau sebaliknya suatu ruang dapat mewadahi
berbagai kegiatan, sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang
diterapkan.
Meskipun suatu ruang tidak dihuni
manusia seperti ruang hampa udara, lapisan di bawah kerak bumi, kawah gunung
berapi, tetapi ruang tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan dan dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan dan kelangsungan hidup.
Disadari bahwa ketersediaan ruang itu
sendiri tidak tak terbatas. Bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik,
kemungkinan besar terdapat pemborosan manfaat ruang dan penurunan kualitas
ruang. Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya
berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang,
dan estetika lingkungan.
- Ruang
wilayah negara sebagai suatu sumber daya alam terdiri dari berbagai ruang
wilayah sebagai suatu subsistem. Masing-masing subsistem meliputi aspek
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, dan kelembagaan
dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Seluruh wilayah negara Indonesia
terdiri dari wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, yang masing-masing merupakan subsistem
ruang menurut batasan administrasi.
Di dalam subsistem tersebut terdapat
sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya
alam, sumber daya buatan, dan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, yang
apabila tidak ditata secara baik dapat mendorong ke arah adanya
ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta ketidak lestarian lingkungan
hidup.
Penataan ruang yang didasarkan pada
karakteristik dan daya dukungnya serta didukung oleh teknologi yang sesuai,
akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem yang
berarti juga meningkatkan daya tampungnya.
Oleh karena pengelolaan subsistem
yang satu akan berpengaruh pada subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, pengaturan ruang menuntut
dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. Ini berarti
perlu adanya suatu kebijaksanaan nasional penataan ruang yang memadukan
berbagai kebijaksanaan pemanfaatan ruang. Seiring dengan maksud tersebut, maka
pelaksanaan pembangunan, di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah, harus
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
pemanfaatan ruang tidak bertentangan dengan rencana tata ruang.
- Penataan
ruang sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan sistem yang tidak
terpisahkan satu dengan yang lainnya. Untuk menjamin tercapainya tujuan
penataan ruang diperlukan peraturan perundang-undangan dalam satu kesatuan
sistem yang harus memberi dasar yang jelas, tegas dan menyeluruh guna
menjamin kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang. Untuk itu,
undang-undang tentang penataan ruang ini memiliki ciri sebagai berikut:
- Sederhana
tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan pemanfaatan ruang pada masa
depan sesuai dengan keadaan, waktu, dan tempat.
- Menjamin
keterbukaan rencana tata ruang bagi masyarakat sehingga dapat lebih
mendorong peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang yang berkualitas
dalam segala segi pembangunan.
- Mencakup
semua aspek di bidang penataan ruang sebagai dasar bagi pengaturan lebih
lanjut yang perlu dituangkan dalam bentuk peraturan tersendiri.
- Mengandung
sejumlah ketentuan proses dan prosedur perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagai dasar bagi pengaturan
lebih lanjut.
Selain itu, Undang-undang ini menjadi
landasan untuk menilai dan menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang
memuat ketentuan tentang segi-segi pemanfaatan ruang yang telah berlaku yaitu
peraturan perundang-undangan mengenai perairan, pertanahan, kehutanan,
pertambangan, pembangunan daerah, perdesaan, perkotaan, transmigrasi,
perindustrian, perikanan, jalan, Landas Kontinen Indonesia, Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia, perumahan dan permukiman, kepariwisataan, perhubungan,
telekomunikasi, dan sebagainya dengan memperhatikan di antaranya:
- Undang-undang
Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun
1960 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1942) jo. Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur Ke Dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat
I Timor Timur (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 35, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3084);
- Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3419;
- Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 35, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3475).
Dengan demikian, semua peraturan
perundang-undangan yang menyangkut aspek pemanfaatan ruang dapat terangkum
dalam satu sistem hukum penataan ruang Indonesia.
1.4 UNDANG – UNDANG NO. 4 TAHUN 1992 TENTANG
PERMUKIMAN
Menimbang:
- bahwa dalam
pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia,
perumahan dan permukiman yang layak,
sehat, aman, serasi, dan teratur merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor
penting dalam peningkatan harkat dan martabat, mutu
kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
- bahwa dalam
rangka peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan
tersebut bagi
setiap keluarga Indonesia, pembangunan perumahan dan
permukiman sebagai bagian dari
pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan
dikembangkan secara terpadu, terarah, berencana,
dan berkesinambungan;
- bahwa
peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan
berbagai
aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan
satu kesatuan fungsional dalam wujud
tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya
untuk mendukung ketahanan nasional, mampu
menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan meningkatkan
kualitas kehidupan manusia Indonesia dalam
berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
- bahwa
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-pokok
Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962
Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi
Undang-undang (Lembaran Negara Tahun
1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611) sudah
tidak sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan keadaan, dan oleh karenanya dipandang perlu
untuk mengatur kembali ketentuan
mengenai perumahan dan permukiman dalam Undang-undang
yang baru;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2),
dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
- Rumah
adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan
keluarga;
- Perumahan
adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan;
- Permukiman
adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang
berupa kawasan
perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan;
- Satuan
lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan
ukuran dengan
penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan
yang terstruktur;
- Prasarana
lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan
lingkungan
permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya;
- Sarana
lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya;
- Utilitas
umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan;
- Kawasan
siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk
pembangunan
perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam
satu lingkungan siap bangun atau lebih yang
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih
dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan
sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata
ruang lingkungan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Tingkat II dan memenuhi persyaratan
pembakuan pelayanan prasarana dan sarana
lingkungan, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta
rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Khusus lbukota Jakarta;
- Lingkungan
siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari kawasan siap
bangun
ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan
dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain
itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah
matang;
- Kaveling
tanah matang adalah sebidang tanah yang telah dipersiapkan sesuai dengan
persyaratan
pembakuan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah,
dan rencana tata ruang lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian untuk membangun bangunan;
11. Konsolidasi tanah permukiman adalah
upaya penataan kembali penguasaan, penggunaan, dan
pemilikan tanah oleh masyarakat pemilik tanah
melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan siap
bangun dan menyediakan kaveling tanah
matang sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan
Pemerintah Daerah Tingkat II, khusus untuk
Daerah Khusus Ibukota Jakarta rencana tata ruangnya
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
Pasal 2
- Lingkup
pengaturan Undang-undang ini meliputi penataan dan pengelolaan perumahan
dan permukiman, baik di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan, yang
dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi.
- Lingkup
pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang menyangkut penataan
perumahan meliputi kegiatan pembangunan baru, pemugaran, perbaikan,
perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya, sedangkan yang menyangkut
penataan permukiman meliputi kegiatan pembangunan baru, perbaikan,
peremajaan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Penataan perumahan dan permukiman berlandaskan pada asas
manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan
kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri,
keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 4
Penataan perumahan dan permukiman bertujuan Untuk:
- memenuhi
kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka
peningkatan
dan pemerataan kesejahteraan rakyat;
- mewujudkan
perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman,
serasi, dan
teratur;
- memberi
arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional;
- menunjang
pembangunan di bidang ekonomi, sosial , budaya, dan bidang-bidang lain.
BAB IV
PERMUKIMAN
Pasal 18
(1) Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui
pembangunan kawasan permukiman skala besar
yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan
pelaksanaan yang bertahap.
(2) Pembangunan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditujukan untuk:
- menciptakan
kawasan permukiman yang tersusun atas satuan-satuan lingkungan permukiman;
- mengintegrasikan
secara terpadu dan meningkatkan kualitas lingkungan perumahan yang telah
ada di dalam atau di sekitarnya.
(3) Satuan-satuan lingkungan permukiman satu dengan yang
lain saling dihubungkan oleh jaringan
transportasi sesuai dengan kebutuhan dengan kawasan lain
yang memberikan berbagai pelayanan dan
kesempatan kerja.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2),ayat (3) dilaksanakan sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana
tata ruang wilayah bukan perkotaan.
Pasal 19
(1) Untuk mewujudkan kawasan permukiman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18, pemerintah daerah
menetapkan satu bagian atau lebih dari kawasan permukiman
menurut rencana tata ruang wilayah
perkotaan dan rencana tata ruang wilayah. bukan perkotaan
yang telah memenuhi persyaratan sebagai
kawasan siap bangun.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sekurang-kurangnya meliputi penyediaan:
- rencana
tata ruang yang rinci;
- data
mengenai luas, batas, dan pemilikan tanah;
- jaringan
primer dan sekunder prasarana lingkungan.
(3) Program pembangunan daerah dan program pembangunan
sektor mengenai prasarana, sarana
lingkungan, dan utilitas umum sebagian diarahkan untuk
mendukung terwujudnya kawasan siap bangun
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
(1) Pengelolaan kawasan siap bangun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
oleh badan usaha milik negara dan/atau badan lain yang
dibentuk oleh Pemerintah yang ditugasi untuk
itu.
(3) Pembentukan badan lain serta penunjukan badan usaha
milik negara dan/atau badan lain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(4) Dalam menyelenggarakan pengelolaan kawasan siap
bangun, badan usaha milik negara atau badan lain
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dapat
bekerja sama dengan badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, koperasi, dan
badan-badan usaha swasta di bidang pembangunan
perumahan.
(5) Kerja sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak
menghilangkan wewenang dan tanggung jawab
badan usaha milik negara atau badan lain sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).
(6) Persyaratan dan tatacara kerja sama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 21
(1) Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan siap bangun
yang berdiri sendiri yang bukan dilakukan oleh
masyarakat pemilik tanah, dilakukan oleh badan usaha di
bidang pembangunan perumahan yang ditunjuk
oleh Pemerintah.
(2) Tata cara penunjukan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap
bangun Pemerintah memberikan penyuluhan dan
bimbingan, bantuan dan kemudahan kepada masyarakat
pemilik tanah sehingga bersedia dan mampu
melakukan konsolidasi tanah data rangka penyediaan
kaveling tanah matang.
(2) Pelepasan hak atas tanah di wilayah yang ditetapkan
sebagai kawasan siap bangun hanya dapat
dilakukan berdasarkan kesepakatan pemilik tanah yang
bersangkutan.
(3) Pelepasan hak atas tanah di lingkungan siap bangun
yang berdiri sendiri yang bukan hasil konsolidasi
tanah oleh masyarakat pemilik tanah, hanya dapat
dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pemilik
hak atas tanah.
(4) Pelepasan hak atas tanah di wilayah yang ditetapkan
sebagai kawasan siap bangun yang belum
berwujud kaveling tanah matang, hanya dapat dilakukan
kepada Pemerintah melalui badan-badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
(5) Tata cara pelepasan hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh badan usaha di
bidang pembangunan perumahan dilakukan
hanya di kawasan siap bangun atau di lingkungan siap
bangun yang berdiri sendiri.
Pasal 24
Dalam membangun lingkungan siap bangun selain memenuhi
ketentuan pada Pasal 7, badan usaha di bidang
pembangunan perumahan wajib:
- melakukan
pematangan tanah, penataan penggunaan tanah, penataan penguasaan tanah,
dan penataan
pemilikan tanah dalam rangka penyediaan kaveling tanah
matang;
- membangun
jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan membangun rumah,
memelihara, dan
mengelolanya sampai dengan pengesahan dan penyerahannya
kepada pemerintah daerah;
- mengkoordinasikan
penyelenggaraan penyediaan utilitas umum;
- membantu
masyarakat pemilik tanah yang tidak berkeinginan melepaskan hak atas tanah
di dalam atau di
sekitarnya dalam melakukan konsolidasi tanah;
- melakukan
penghijauan lingkungan;
- menyediakan
tanah untuk sarana lingkungan;
- membangun
rumah.
Pasal 25
(1) Pembangunan lingkungan siap bangun yang dilakukan
masyarakat pemilik tanah melalui konsolidasi
tanah dengan memperhatikan ketentuan pada Pasal 7, dapat
dilakukan secara bertahap yang meliputi
kegiatan-kegiatan:
- pematangan
tanah;
- penataan,
penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah;
- penyediaan
prasarana lingkungan;
- penghijauan
lingkungan;
- pengadaan
tanah untuk sarana lingkungan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud data ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
(1) Badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang
membangun lingkungan siap bangun dilarang
menjual kaveling tanah matang tanpa rumah.
(2) Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 24, sesuai
dengan kebutuhan setempat, badan usaha di bidang
pembangunan perumahan yang membangun lingkungan siap
bangun dapat menjual kaveling tanah
matang ukuran kecil dan sedang tanpa rumah.
(3) Kaveling tanah matang ukuran kecil, sedang, menengah,
dan besar hasil upaya konsolidasi tanah milik
masyarakat dapat diperjualbelikan belikan tanpa rumah.
Pasal 27
(1) Pemerintah memberikan bimbingan, bantuan dan
kemudahan kepada masyarakat baik dalam tahap
perencanaan maupun dalam tahap
pelaksanaan, serta, melakukan pengawasan dan pengendalian untuk
meningkatkan kualitas permukiman.
(2) Peningkatan kualitas permukiman
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa kegiatan-kegiatan:
- perbaikan
atau pemugaran;
- peremajaan;
- pengelolaan
dan pemeliharaan yang berkelanjutan.
(3) Penyelenggaraan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 28
(1) Pemerintah daerah dapat
menetapkan suatu lingkungan permukiman sebagai permukiman kumuh yang
tidak layak huni.
(2) Pemerintah daerah bersama-sama
masyarakat mengupayakan langkah-langkah pelaksanaan program
peremajaan lingkungan kumuh untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat penghuni.